Semilir Ecoprint; Ketika Alam, Budaya, dan Fashion Menyatu di Tangan Alfira Oktaviani
Sumber gambar: Instagram @semilir_ecoprint
Siapa sangka, seorang apoteker bisa jadi pelopor fashion ramah lingkungan?
Itulah kisah Alfira Oktaviani, perempuan kelahiran Bengkulu yang sukses bikin gebrakan lewat Semilir Ecoprint brand lokal yang mengubah kulit kayu jadi karya fesyen bernilai tinggi.
Awal Cerita
Alfira adalah lulusan jurusan farmasi dari Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Setelah meraih gelar apoteker, ia sempat bekerja di apotek dan rumah sakit. Dunia medis menjadi bagian dari kesehariannya—hingga akhirnya, setelah menikah dan menjadi seorang ibu, Fira memilih untuk kembali ke rumah.
Keputusan itu bukan akhir dari perjalanan, justru awal dari babak baru. Fira ingin fokus pada keluarga, tapi di sisi lain, ia juga tak ingin berhenti berkarya. Ada kerinduan untuk tetap produktif dan menyalurkan kreativitas yang selama ini terpendam.
Karena sejak dulu menyukai dunia mode, Fira mulai mencari tahu tentang berbagai teknik pewarnaan kain. Ia sempat mencoba membatik, bahkan bereksperimen dengan teknik pewarnaan shibori asal Jepang. Namun semuanya berubah ketika ia menemukan teknik ecoprint, cara mencetak motif alami dari daun dan bunga ke permukaan kain.
Sejak saat itu, Fira benar-benar jatuh cinta. Ia merasa ecoprint berbeda. Ada sentuhan alam, keindahan yang tak bisa ditebak, dan filosofi yang selaras dengan jiwanya. Selembar kain bisa bercerita, dan setiap motifnya adalah hasil kolaborasi antara manusia dan alam.
Lalu berbekal rasa penasaran dan sedikit modal cuma sekitar Rp500 ribu Alfira mulai bereksperimen dengan teknik ecoprint, yaitu mencetak motif dari daun, bunga, dan bahan alami ke kain.
Lahirnya Semilir Ecoprint
Tahun 2018, Alfira resmi mendirikan Semilir Ecoprint. Nama “Semilir” diambil dari kata Jawa silir yang berarti angin sepoi, menggambarkan kesejukan hubungan antara manusia, alam, dan budaya.
Melalui Semilir, Alfira memadukan keindahan motif ecoprint dengan kain lantung khas Bengkulu. Produk yang dihasilkan beragam — dari tas, dompet, selendang, outer, hingga masker — semuanya dibuat dengan bahan alami dan proses ramah lingkungan.
Sejak awal berdiri, Semilir Ecoprint tidak pernah berhenti berinovasi. Pada tahun 2019, Fira membuat langkah berani: meninggalkan kain sebagai media utama ecoprint dan menggantinya dengan kulit kayu lantung — bahan khas dari Bengkulu yang punya nilai budaya tinggi.
Pilihan itu bukan tanpa alasan. Bagi Fira, kulit kayu lantung bukan sekadar bahan alami, tapi juga bagian dari identitas masa kecilnya. Bengkulu adalah kampung halaman sang ayah, dan sejak kecil Fira sudah akrab melihat kulit kayu ini diolah oleh masyarakat setempat.
Kulit kayu lantung diambil dari pepohonan bergetah seperti pohon karet hutan, pohon ibuh, atau pohon terap yang sudah tua. Uniknya, pohon-pohon itu dikenal kuat dan tidak mudah rusak, sehingga kulit kayunya bisa diolah menjadi lembaran menyerupai kain dengan serat alami yang indah.
Meski kulit kayu lantung telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia sejak 2015, kenyataannya bahan ini belum banyak dikenal masyarakat luas. Justru hal inilah yang memicu semangat Fira. Ia ingin memperkenalkan kembali warisan leluhur Bengkulu lewat cara yang modern dan relevan: menjadikannya media untuk karya ecoprint yang ramah lingkungan.
Melalui Semilir Ecoprint, Fira ingin menunjukkan bahwa tradisi bisa beriringan dengan inovasi. Bahwa sesuatu yang lahir dari alam dan budaya lokal dapat naik kelas tanpa kehilangan jati dirinya.
Lebih dari sekadar usaha, Semilir juga jadi ruang pemberdayaan bagi ibu-ibu di sekitar Yogyakarta dan Bengkulu. Mereka dilatih untuk ikut dalam proses produksi, mulai dari menyiapkan bahan hingga mencetak motif. Dengan begitu, ekonomi lokal pun ikut tumbuh.
Sebuah Inspirasi & Harapan ke Depan
Di balik desain motif alam yang menawan dan produk ecoprint yang ramah lingkungan, Alfira Oktaviani mengajarkan satu hal: bahwa keindahan bukan sekadar estetika; keindahan bisa menjadi jembatan antara budaya, lingkungan, dan manusia. Ia membuktikan bahwa kain tradisional yang mungkin dianggap sederhana, seperti kain lantung polos, bisa menyalakan kembali kebanggaan budaya dan menjadi karya seni yang bernilai tinggi.
Semilir Ecoprint bukan hanya usaha—ia adalah narasi: sebuah perjalanan perempuan muda yang menggabungkan ilmu, seni, dan cinta terhadap alam untuk membuat gaya hidup berkelanjutan menjadi nyata. Penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 adalah bukti bahwa suara-suara kecil yang rajin dan tulus juga dapat didengar dan dihargai.
Harapan besar bahwa Semilir Ecoprint bisa terus berkembang: memperluas jangkauan produknya, menjaga keberlanjutan bahan baku, melatih lebih banyak pengrajin lokal, dan membawa kain lantung dan ecoprint bukan hanya ke pasar nasional, tetapi ke pentas internasional. Semoga kisah Alfira menginspirasi generasi penerus untuk terus berinovasi sekaligus menghargai akar budaya dan alam di dunia yang semakin cepat berubah.
#kabarbaiksatuindonesia
Komentar
Posting Komentar